Rabu, 28 Desember 2016

IMPLIKASI ALIRAN PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK DALAM PENDIDIKAN



MAKALAH
PISIKOLOGI PENDIDIKAN
IMPLIKASI ALIRAN PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK DALAM PENDIDIKAN




Disusun Oleh       :
Kelompok 1         :
Nama :
Nim :
Ahmad Nawawi
(15010303)
Ulul Azmi
(1501030371)
Candri Laily Ismi
(15010303)
Amisyatussifa
(15010303)
Farhatun Nisa
(15010303)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Implikasi Aliran Psikologi Behavioristik Dalam Pendidikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua amin.


Mataram, 12 April 2016


penulis


















DAFTAR ISI


SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.    Latar Belakang ............................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah......................................................................................... 1
C.     Tujuan........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.    Sejarah Perkembangan Aliran Behaviorisme ...............................................  2
B.     Pengertian Teori Behaviorisme ....................................................................  5
C.     Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Tahap Behaviorisme................................ 7
D.    Pengertian Dinamika Perilaku Manusia....................................................... 11
BAB III PENUTUP............................................................................................... 13
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 13
B.     Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap manusia memiliki perilaku yang berbeda antara masing-masing individu. Perilaku manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, Pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku tidak boleh disalah artikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Maka dari itu dinamika perilaku dalam perspektif psikologi pendidikan dapat dilihat dari perspektif biologis, behaviorisme, kognitif, psikoanalisis, dan fenomenologi.

B.     Rumusan Masalah
1.        Apa yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia?
2.         Apa yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif biologis?
3.         Apa yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif behaviorisme?
4.         Apa yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif Kognitif?
5.         Apa yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif Psikoanalisis?
6.        Apa yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif Fenomenoligi?

C.    Tujuan
1.      Mahasiswa mengerti dan mengetahui dengan yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia.
2.       Mahasiswa mengerti dan mengetahui dengan yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam persepektif Biologis, Behaviorisme, Kognitif, Psikoanalisis, dan Fenomenologi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Aliran Behaviorisme
Sudah sejak lama manusia tertarik dengan kajian psikologi. Paling tidak sejak jaman Yunani kuno, para filosuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Descrates dan sebagainya telah merenungkan topik-topik yang sekarang dipandang sebagai bagian dari psikologi. Meskipun demikian, baru pada abad ke 19 orang mulai mengkaji topik-topik ini secara eksperimental. Laboratorium psikologi yang pertama didirikan oleh Wilhelm Wundt di Jerman tahun 1879 yang dinilai sebagai titik awal bagi psikologi ilmiah yang berpijak di atas landasan institusional yang kokoh.
Baru pada permulaan abad ke-20, ilmu jiwa atau yang dikenal sebagai psikologi modern lahir dan berkembang. Pada masa itu, terdapat 2 aliran utama yang menonjol yakni strukturalisme dan fungsionalisme[1]. Namun, kedua aliran ini dinilai memiliki banyak kelemahan karena cakupannya terlalu luas dan tidak mempertimbangkan faktor lingkungan dalam perkembangan setiap individu.
Ditengah situasi tersebut, John Broadus Watson (1878-1958) mempelopori suatu pandangan bahwa aspek stimulasi lingkungan yang dapat membentuk perilaku manusia dengan sesuka hati lingkungan eksternal itu. Melalui studi eksperimental, Watson menjelaskan konsep kepribadian dengan mempelajari tingkah laku manusia yang mengacu pada konsep stimulus – respons. Gagasan watson inilah yang menjadi awal mula bagi perkembangan aliran behaviorisme modern[2].
Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui “conditioning”.Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.
Pandangan Watson ini banyak dipengaruhi oleh pendapat Ivan Pavlov, seorang ahli faal dari Rusia tentang conditioned response dalam classical conditioning (pembiasaan klasik). Ivan Pavlov ini mengadakan eksperimen dengan menggunakan seekor anjing. Anjing dikerangkeng dan setiap saat tertentu diperdengarkan bunyi bel disertai penaburan bubuk daging ke dalam mulutnya. Respon anjing adalah berupa keluarnya air liur dari mulutnya. Perlakuan ini diulangi berkali-kali dan lama kelamaan penaburan bubuk dihilangkan, tetapi bunyi bel tetap diperdengarkan. Meskipun bubuk daging tidak lagi ditaburkan ternyata setiap mendengar bunyi bel, anjing tersebut tetap mengeluarkan air liur dari mulutnya.
Kesimpulan yang diambil oleh Pavlov berdasarkan eksperimen tersebut adalah bahwa suatu stimulus akan menimbulkan respons tertentu apabila stimulus itu sering diberikan bersamaan dengan stimulus lain yang secara alamiah menimbulkan respons tersebut. Dalam hal ini perubahan perilaku terjadi karena adanya asosiasi antara kedua stimulus tersebut.
Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya itu juga dapat diterapkan kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada kegiatan belajar manusia adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus dan respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.
Jelasnya, aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku dari stimulus yang diterimanya.
Aliran behaviorisme ini mengganti konsep kesadaran dan ketidaksadaran ala psikoanalisa dengan istilah stimulus, response, dan habit. Stimulus selanjutnya dimaknakan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi atau direkayasa lingkungan sebagai upaya membentuk perilaku manusia melalui respons yang muncul sebagaimana yang diharapkan lingkungan, sedangkan habit adalah hasil pembentukan perilaku tersebut. Secara tegas, aliran behaviorisme menolak pandangan dari aliran pendahulunya, yaitu aliran psikoanalisa yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh insting tak sadar dan dorongan-dorongan nafsu rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, teori behavioristik juga sering disebut dengan teori stimulus-respons. Proses S-R ini sendiri terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
1.      Dorongan (drive); peserta didik merasakan adanya kebutuhan akan sesuatu sehingga terdorong untuk memenuhi kebutuhan.
2.      Rangsangan (stimulus); pemberian stimulus menyebabkan timbulnya respons si pelajar.
3.      Respons (reaksi); peserta didik akan memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterimanya dengan jalan melakukan sesuatu yang terlihat.
4.      Penguatan (reinforcement) yang perlu diberikan kepada peserta didik supaya ada rasa kegemberiaan dan tergerak untuk memberikan respons ulang.
Diantara keyakinan prinsipal yang terdapat dalam teori behavioristik adalah setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan, kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah manusia melakukan kontak dengan alam sekitar, terutama alam pendidikan. Artinya, seorang individu manusia bisa pintar, terampil, dan berperasaan hanya bergantung pada bagaimana individu itu dididik.
Keyakinan prinsipal lainnya yang dianut oleh para behavioris adalah peranan refleks, yakni reaksi jasmaniah yang dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Apapun yang dilakukan oleh manusia, termasuk kegiatan belajar adalah kegiatan refleks belaka, yaitu reaksi manusia atas rangsangan-rangsangan yang ada. Refleks-refleks ini jika dilatih akan menjadi keterampilan-keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai manusia. Jadi, peristiwa belajar seorang peserta didik menurut para behavioris adalah peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan. Hal ini berarti proses belajar menurut behaviorisme lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifak mekanik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi dalam diri peserta didik selama dalam proses belajar.
B.     Pengertian Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
a.       Reinforcement and Punishment
b.      Primary and Secondary Reinforcement
c.       Schedules of Reinforcement
d.      Contingency Management
e.       Stimulus Control in Operant Learning
f.       The Elimination of Responses

Prinsip-prinsip teori behaviorisme
a.       Obyek psikologi adalah tingkah laku
b.      semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
c.       mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
b.      Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
c.        Mementingkan peranan reaksi (respon)
d.      Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
e.       Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan.

C.    Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Tahap Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik.
*     
a.      Menurut Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme.
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni:
1)      hukum efek
2)      hukum latihan dan
3)      hukum kesiapan
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

b.      Menurut Watson(1878-1958)
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

c.       Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis.

d.      Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.

e.       Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.
Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.


f.       Menurut Skinner (1804-1990)
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

g.      Albert Bandura (1925-sekarang)
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkankonsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman klasik).
Teori belajar Bandura adalah teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.
Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.

D.    Pengertian Dinamika Prilaku Manusia
Dinamika perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Menurut perspektif kognitif lebih menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Menurut perspektif behaviorisme manusia adalah mesin (homo mechanicus) yang perilakunya dikendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan.
Pada dasarnya individu mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan dalam memenuhi kebutuhannya individu memerlukan perilaku-perilaku yang dinamis. Untuk mendapatkan perilaku yang dinamis, individu perlu menyesuaikan dan menggunakan segala aspek yang ada dalam dirinya. Apabila semua aspek dalam diri individu dapat berjalan dinamis, individu tidak hanya dapat memenuhi kebutuhannya tetapi juga dapat mengembangkan diri ke arah pengembangan pribadi.
Pengembangan pribadi yang dimaksud adalah individu dapat menguasai kemampuan-kemampuan social secara umum seperti keterampilan komunikasi yang efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan menerima toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, memiliki rasa tanggung jawab social seiiring dengan kemandirian yang kuat dan lain sebagainya.
Dalam Pendidikan pun dinamika perilaku perlu diterapkan agar kegiatan bimbingan dan konseling kelompok bisa berjalan dengan lancar, dinamis dan tujuan yang diingkan tercapai. Misalnya dalam bimbingan dan konseling kelompok semua anggota dan konselor bersikap pasif maka kegiatan tersebut tidak akan hidup dan tidak berjalan dengan lancar. Begitu pula sebaliknya.
Menurut pandangan humanistic, manusia adalah makhluk yang aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya. Perilaku manusia berpusat pada konsep dirinya berupa persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Selain itu perilaku manusia juga didasarkan pada kebutuhannya dalam fungsi untuk mempertahankan, meningkatkan serta mengaktualisasikan dirinya.
Psikologi memberikan sumbangan terhadap pendidikan, karena subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu). Psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu, proses pendidikan serta bagaimana membantu individu agar dapat berkembang optimal.
Dalam literatur psikologi pada umumnya para ahli ilmu ini berpendapat bahwa penentu perilaku utama manusia dan corak kepribadian adalah keadaan jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan. Determinan tri dimensional ini (organo biologi, psikoedukasi, dan sosiokultural) merupakan determinan yang banyak dianut oleh ahli psikologi dan psikiatri. Dalam hal ini unsur ruhani sama sekali tidak masuk hitungan karena dianggap termasuk penghayatan subjektif semata-mata.
Selain itu psikologi apapun alirannya menunjukkan bahwa filsafat yang mendasarinya bercorak antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia. Pandangan ini mengangkat derajat manusia teramat tinggi ia seakan-akan memiliki kausa prima yang unik, pemilik akal budi yang sangat hebat, serta memiliki kebebasan penuh untuk berbuat apa yang dianggap baik dan sesuai baginya.
Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat aliran besar psikologi, yakni : Psikoanalisis, psikologi Perilaku, Psikologi Humasnistik, Psikologi Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut pandang yang berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Teori belajar memiliki beberapa fungsi dalam proses pembelajaran, antara lain fungsi pemahaman, fungsi prediktif, fungsi kontrol, dan fungsi rekomendatif, teori behaveoristik dapat merekomendasikan pedoman instruksional kepada pendidik, yang berupa simulus-simulus yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga memunculkan respon peserta didik yang merupakan hasil belajar yang diinginkan
Teori belejar behavoristik menjelaskan bahwa belejar adalah perubahan tingkah laku  sebagai akibat dari adanya interaksi antara stinulus dan respon. Dari beberapa teori belajar behavoristik yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa untuk memunculkan respon yang diharapkan dibutuhkan penguatan (reinforcement).
Aplikasi teori belajar behavoristik sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsusr-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan reflek, daya tahan dan sebagainya.
Teori behavoristik ini banyak digunakan antara lain untuk melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan lain-lain.













DAFTAR PUSTAKA
(Schunk, 2012)
Craib, Ian. 1986. Teori-Teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai Habermas. PT. Rajawali, Jakarta.
Huda, Miftahul. 2009. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Lawang, Robert MZ. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern,. PT, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Poloma, Margaret M.2003. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Wawa, jannes Eudes, 12 April 2001. Dari Sanggau Ledo Hingga Sampit. Kompas. Jakarta
Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama. Bandung






[1] (Schunk, 2012)
[2] Craib, Ian. 1986. Teori-Teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai Habermas. PT. Rajawali, Jakarta.

 

0 komentar:

Posting Komentar