MAKALAH
PISIKOLOGI PENDIDIKAN
“IMPLIKASI
ALIRAN PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK DALAM PENDIDIKAN”
Disusun
Oleh :
Kelompok 1 :
Nama
:
|
Nim
:
|
Ahmad Nawawi
|
(15010303)
|
Ulul Azmi
|
(1501030371)
|
Candri Laily Ismi
|
(15010303)
|
Amisyatussifa
|
(15010303)
|
Farhatun Nisa
|
(15010303)
|
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan
ke hadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Implikasi Aliran
Psikologi Behavioristik Dalam Pendidikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan.
Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua
amin.
Mataram, 12 April 2016
|
penulis
|
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA
PENGANTAR...........................................................................................
i
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN......................................................................................
1
A. Latar
Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN.......................................................................................
2
A. Sejarah Perkembangan Aliran Behaviorisme ............................................... 2
B.
Pengertian
Teori Behaviorisme .................................................................... 5
C.
Tokoh-Tokoh
Yang Mendukung Tahap Behaviorisme................................
7
D.
Pengertian
Dinamika Perilaku Manusia.......................................................
11
BAB
III PENUTUP............................................................................................... 13
A. Kesimpulan.................................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap manusia memiliki perilaku yang berbeda antara
masing-masing individu. Perilaku
manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, Pendekatan perilaku, pada
dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang
datang. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama
sekali. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku
dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku tidak boleh
disalah artikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan
dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara
khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang
diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol
sosial. Maka dari itu dinamika perilaku dalam perspektif psikologi pendidikan
dapat dilihat dari perspektif biologis, behaviorisme, kognitif, psikoanalisis,
dan fenomenologi.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan dinamika perilaku manusia?
2.
Apa yang
dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif biologis?
3.
Apa yang
dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif behaviorisme?
4.
Apa yang
dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif Kognitif?
5.
Apa yang
dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif Psikoanalisis?
6.
Apa yang
dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam perspektif Fenomenoligi?
C. Tujuan
1.
Mahasiswa mengerti dan mengetahui
dengan yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia.
2.
Mahasiswa mengerti dan mengetahui
dengan yang dimaksud dengan dinamika perilaku manusia dalam persepektif
Biologis, Behaviorisme, Kognitif, Psikoanalisis, dan Fenomenologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Aliran Behaviorisme
Sudah
sejak lama manusia tertarik dengan kajian psikologi. Paling tidak sejak jaman
Yunani kuno, para filosuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Descrates dan
sebagainya telah merenungkan topik-topik yang sekarang dipandang sebagai bagian
dari psikologi. Meskipun demikian, baru pada abad ke 19 orang mulai mengkaji
topik-topik ini secara eksperimental. Laboratorium psikologi yang pertama
didirikan oleh Wilhelm Wundt di Jerman tahun 1879 yang dinilai sebagai titik
awal bagi psikologi ilmiah yang berpijak di atas landasan institusional yang
kokoh.
Baru pada permulaan abad ke-20, ilmu
jiwa atau yang dikenal sebagai psikologi modern lahir dan berkembang. Pada masa
itu, terdapat 2 aliran utama yang menonjol yakni strukturalisme dan
fungsionalisme[1].
Namun, kedua aliran ini dinilai memiliki banyak kelemahan karena cakupannya
terlalu luas dan tidak mempertimbangkan faktor lingkungan dalam perkembangan
setiap individu.
Ditengah situasi tersebut, John
Broadus Watson (1878-1958) mempelopori suatu pandangan bahwa aspek stimulasi
lingkungan yang dapat membentuk perilaku manusia dengan sesuka hati lingkungan
eksternal itu. Melalui studi eksperimental, Watson menjelaskan konsep
kepribadian dengan mempelajari tingkah laku manusia yang mengacu pada konsep
stimulus – respons. Gagasan watson inilah yang menjadi awal mula bagi
perkembangan aliran behaviorisme modern[2].
Watson berpendapat, bahwa belajar
merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat
melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua
tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru
melalui “conditioning”.Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11
bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari
dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi
stimulus tak bersyarat.
Pandangan Watson ini banyak
dipengaruhi oleh pendapat Ivan Pavlov, seorang ahli faal dari Rusia tentang conditioned
response dalam classical conditioning (pembiasaan klasik). Ivan
Pavlov ini mengadakan eksperimen dengan menggunakan seekor anjing. Anjing
dikerangkeng dan setiap saat tertentu diperdengarkan bunyi bel disertai penaburan
bubuk daging ke dalam mulutnya. Respon anjing adalah berupa keluarnya air liur
dari mulutnya. Perlakuan ini diulangi berkali-kali dan lama kelamaan penaburan
bubuk dihilangkan, tetapi bunyi bel tetap diperdengarkan. Meskipun bubuk daging
tidak lagi ditaburkan ternyata setiap mendengar bunyi bel, anjing tersebut
tetap mengeluarkan air liur dari mulutnya.
Kesimpulan yang diambil oleh Pavlov
berdasarkan eksperimen tersebut adalah bahwa suatu stimulus akan menimbulkan
respons tertentu apabila stimulus itu sering diberikan bersamaan dengan
stimulus lain yang secara alamiah menimbulkan respons tersebut. Dalam hal ini
perubahan perilaku terjadi karena adanya asosiasi antara kedua stimulus
tersebut.
Berdasarkan hasil eksperimen
tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya itu juga dapat
diterapkan kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut
pada kegiatan belajar manusia adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi
antara stimulus dan respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung
apabila diberi stimulus bersyarat.
Jelasnya, aliran ini memandang bahwa
hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan
paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons
tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku dari stimulus
yang diterimanya.
Aliran behaviorisme ini mengganti
konsep kesadaran dan ketidaksadaran ala psikoanalisa dengan istilah stimulus,
response, dan habit. Stimulus selanjutnya dimaknakan sebagai sesuatu
yang dapat dimanipulasi atau direkayasa lingkungan sebagai upaya membentuk
perilaku manusia melalui respons yang muncul sebagaimana yang diharapkan
lingkungan, sedangkan habit adalah hasil pembentukan perilaku tersebut.
Secara tegas, aliran behaviorisme menolak pandangan dari aliran pendahulunya,
yaitu aliran psikoanalisa yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh
insting tak sadar dan dorongan-dorongan nafsu rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
teori behavioristik juga sering disebut dengan teori stimulus-respons. Proses
S-R ini sendiri terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
1. Dorongan (drive); peserta didik
merasakan adanya kebutuhan akan sesuatu sehingga terdorong untuk memenuhi
kebutuhan.
2. Rangsangan (stimulus); pemberian
stimulus menyebabkan timbulnya respons si pelajar.
3. Respons (reaksi); peserta didik akan
memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterimanya dengan jalan melakukan
sesuatu yang terlihat.
4. Penguatan (reinforcement) yang perlu
diberikan kepada peserta didik supaya ada rasa kegemberiaan dan tergerak untuk
memberikan respons ulang.
Diantara keyakinan prinsipal yang
terdapat dalam teori behavioristik adalah setiap anak manusia lahir tanpa
warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan, dan warisan abstrak
lainnya. Semua kecakapan, kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah
manusia melakukan kontak dengan alam sekitar, terutama alam pendidikan.
Artinya, seorang individu manusia bisa pintar, terampil, dan berperasaan hanya
bergantung pada bagaimana individu itu dididik.
Keyakinan prinsipal lainnya yang
dianut oleh para behavioris adalah peranan refleks, yakni reaksi jasmaniah yang
dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Apapun yang dilakukan oleh manusia,
termasuk kegiatan belajar adalah kegiatan refleks belaka, yaitu reaksi manusia
atas rangsangan-rangsangan yang ada. Refleks-refleks ini jika dilatih akan
menjadi keterampilan-keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai manusia.
Jadi, peristiwa belajar seorang peserta didik menurut para behavioris adalah
peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan.
Hal ini berarti proses belajar menurut behaviorisme lebih dianggap sebagai
suatu proses yang bersifak mekanik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang
terjadi dalam diri peserta didik selama dalam proses belajar.
B.
Pengertian Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya
perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori
kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise
sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia
baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti
teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,
timbulah konsep ”manusia mesin”
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur
dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori
belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang
erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment
menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut
oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
a.
Reinforcement and Punishment
b.
Primary and Secondary Reinforcement
c.
Schedules of Reinforcement
d.
Contingency Management
e.
Stimulus Control in Operant Learning
f.
The Elimination of Responses
Prinsip-prinsip teori behaviorisme
a.
Obyek psikologi adalah tingkah laku
b.
semua bentuk tingkah laku di
kembalikan pada reflek
c.
mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri Teori Belajar
Behavioristik
Untuk mempermudah mengenal teori
belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni
a. Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis)
b. Mementingkan
bagian-bagian (elentaristis)
c. Mementingkan peranan reaksi (respon)
d. Mementingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar
e. Mementingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
f. Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
C.
Tokoh-Tokoh
Yang Mendukung Tahap Behavioristik
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik.
a.
Menurut Thorndike (1874-1949)
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon
adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku
akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau
tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut
pula dengan teori koneksionisme.
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni:
1) hukum efek
2) hukum latihan dan
3) hukum kesiapan
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu
dapat memperkuat respon.
b.
Menurut Watson(1878-1958)
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam
diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson
adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
c.
Menurut Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi
sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan)
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis.
d.
Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama
adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu
gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang
sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar
tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah
guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.
e.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Teori pelaziman klasik adalah
memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli
tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah
pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons
terkondisikan.
Pavlo mengadakan percobaan
laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat
sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut
pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari
menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari
pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan
strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari
luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam
belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan
teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan
penentuan pribadi dihiraukan.
f.
Menurut Skinner (1804-1990)
Konsep-konsep yang dikemukanan
Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia
mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah
laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan
ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami
tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus
yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
g.
Albert
Bandura (1925-sekarang)
Ternyata tidak semua perilaku dapat
dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkankonsep belajar sosial (social learning).
Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum
behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman
klasik).
Teori belajar Bandura adalah teori
belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan
pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku
timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh
lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian,
mengingat, produksi motorik, motivasi.
Behaviorsime memang agak sukar
menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum
behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan
pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada
psikologi ”mentalistik”.
D. Pengertian
Dinamika Prilaku Manusia
Dinamika perilaku manusia adalah
sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat,
sikap, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Menurut perspektif
kognitif lebih menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana
individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan
menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Menurut perspektif behaviorisme
manusia adalah mesin (homo mechanicus) yang perilakunya dikendalikan atau
dikendalikan oleh lingkungan.
Pada dasarnya individu mempunyai keinginan untuk
memenuhi kebutuhan dan dalam memenuhi kebutuhannya individu memerlukan
perilaku-perilaku yang dinamis. Untuk mendapatkan perilaku yang dinamis,
individu perlu menyesuaikan dan menggunakan segala aspek yang ada dalam dirinya.
Apabila semua aspek dalam diri individu dapat berjalan dinamis, individu tidak
hanya dapat memenuhi kebutuhannya tetapi juga dapat mengembangkan diri ke arah
pengembangan pribadi.
Pengembangan pribadi yang dimaksud adalah individu
dapat menguasai kemampuan-kemampuan social secara umum seperti keterampilan
komunikasi yang efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan menerima toleran,
mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis,
memiliki rasa tanggung jawab social seiiring dengan kemandirian yang kuat dan
lain sebagainya.
Dalam Pendidikan pun dinamika perilaku perlu
diterapkan agar kegiatan bimbingan dan konseling kelompok bisa berjalan dengan
lancar, dinamis dan tujuan yang diingkan tercapai. Misalnya dalam bimbingan dan
konseling kelompok semua anggota dan konselor bersikap pasif maka kegiatan
tersebut tidak akan hidup dan tidak berjalan dengan lancar. Begitu pula
sebaliknya.
Menurut pandangan humanistic, manusia adalah makhluk
yang aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya.
Perilaku manusia berpusat pada konsep dirinya berupa persepsi manusia tentang
identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Selain itu perilaku
manusia juga didasarkan pada kebutuhannya dalam fungsi untuk mempertahankan,
meningkatkan serta mengaktualisasikan dirinya.
Psikologi memberikan sumbangan terhadap pendidikan,
karena subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu). Psikologi
memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu, proses pendidikan
serta bagaimana membantu individu agar dapat berkembang optimal.
Dalam literatur psikologi pada umumnya para ahli ilmu
ini berpendapat bahwa penentu perilaku utama manusia dan corak kepribadian
adalah keadaan jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan. Determinan
tri dimensional ini (organo biologi, psikoedukasi, dan sosiokultural) merupakan
determinan yang banyak dianut oleh ahli psikologi dan psikiatri. Dalam hal ini
unsur ruhani sama sekali tidak masuk hitungan karena dianggap termasuk
penghayatan subjektif semata-mata.
Selain itu psikologi apapun alirannya menunjukkan
bahwa filsafat yang mendasarinya bercorak antroposentrisme yang menempatkan
manusia sebagai pusat segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama
segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia. Pandangan ini mengangkat
derajat manusia teramat tinggi ia seakan-akan memiliki kausa prima yang unik,
pemilik akal budi yang sangat hebat, serta memiliki kebebasan penuh untuk
berbuat apa yang dianggap baik dan sesuai baginya.
Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat
aliran besar psikologi, yakni : Psikoanalisis, psikologi Perilaku, Psikologi
Humasnistik, Psikologi Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau manusia
dari sudut pandang yang berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil
menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian
membangun teori dan filsafat mengenai manusia.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar memiliki beberapa fungsi dalam proses
pembelajaran, antara lain fungsi pemahaman, fungsi prediktif, fungsi kontrol,
dan fungsi rekomendatif, teori behaveoristik dapat merekomendasikan pedoman
instruksional kepada pendidik, yang berupa simulus-simulus yang tepat dalam
proses pembelajaran sehingga memunculkan respon peserta didik yang merupakan
hasil belajar yang diinginkan
Teori belejar behavoristik menjelaskan bahwa belejar
adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stinulus dan respon. Dari beberapa teori
belajar behavoristik yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa untuk
memunculkan respon yang diharapkan dibutuhkan penguatan (reinforcement).
Aplikasi teori belajar behavoristik sangat cocok untuk
perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsusr-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan reflek, daya tahan dan
sebagainya.
Teori behavoristik ini banyak digunakan antara lain untuk
melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
(Schunk, 2012)
Craib, Ian. 1986. Teori-Teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai
Habermas. PT. Rajawali, Jakarta.
Huda, Miftahul. 2009. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah
Pengantar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Lawang, Robert MZ. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern,. PT, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Poloma, Margaret M.2003. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Wawa, jannes Eudes, 12 April 2001. Dari Sanggau Ledo Hingga Sampit.
Kompas. Jakarta
Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup,
Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika
Aditama. Bandung
0 komentar:
Posting Komentar