MAKALAH
FILSAFAT ILMU
“METODE DAN KEGUNAAN ILMU FILSAFAT”
Oleh:
Kelompok3
1.
|
Faturyani
|
: 1501030381
|
2.
|
Laela Marjani
|
: 1501030391
|
3.
|
Yulia Sudarmi
|
: 15010303
|
4.
|
Titik Hernawati
|
: 15010303
|
5.
|
Sofia Mutmainah
|
: 15010303
|
6.
|
Baiq Siti Risa Hestina
|
: 15010303
|
7.
|
Khairul Bahri
|
: 15010303
|
PRODITADRIS
MATEMATIKA
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang struktur dan cabang-cabang ilmu hadis.
Makalah
ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Metode
dan Kegunaan Ilmu Filsafat” sehingga dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Mataram, 19
Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah...................................................................................... 2
C.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... .... 3
A.
Metode Ilmu
Filsafat................................................................................. 3
B.
Kegunaan Ilmu Filsafat........................................................................ .... 4
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
A.
Kesimpulan........................................................................................... .... 14
B.
Kritik dan Saran........................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Memberikan definisi atau batasan tentang filafat, bukan perkara
mudah, karena bagaimana mngkin memabatasi pengetahuan yang radikal dan tanpa
batas dengan pembatasan-pembatasan yang menutup ruang geraknya. Secara logika, mendefinisikan
berati membatasi sesuatu terminology atau konsep agar dengan mudah dapat dibedakan
dengan konsep lainnya, sebagaimana terjadinya perbedaan definitive antara ilmu
dan pengetahuan serta antara ilmu pengetahuan dan filsafat. Akan tetapi sesulit
apa pun suatu disiplin ilmu, tentuharus didefinisikan karena definisi adalah
langkah awal untuk mengetahui jati diri suatu disiplin ilmu yang hendak dikaji
lebih dalam.
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa yaitu
bahasa Inggris. Bahasa Inggris yaitu “philosophy”, sedangkan dalam
bahasa Yunani “sophi”. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari bahasa arab, yaitu, falsafah yang artinya “al-hikmah”. Akan tetapi, kata tersebutpada awalnya.”Philos”
artinya cinta, sedangkan “shopia” artinya kebijaksanaan.Oleh karena itu
filsafat dapat diartikan dengan cina dan kebijaksanaan dalam bahasa arab dapat
diartikan al-hikmah. Para ahli filsafat disebut dengan filosof, yakni orang
yang mencintai dan mencari kebijaksanaan.
Segala sesuatu perlu dipelajari tetapi diperlukan pula metode dalam
mempelajarinya. Oleh karena itu dalam mempelajari filsafat kita memiliki
beberapa metode dalam mempelajarinya antara lain sebagai berikut:Metode Kritis dari (Plato dan
Socrates), Metode Kritis (Plato
dan Socrates), Metode Intuitif (Plotinus
dan Bergson), Metode Skolastik (Aristoteles
dan Thomas Aquinas), Metode Geometris (Rene
Descartes dan Pengikutnya), Metode Empiris (Hobbes,
Locke, Berkeley dan David Hume), Metode
Transedental (Immanuel Kant dan Neo-Skolastik), Metode
Fenomenologis (Husserl dan Eksistensialisme), Metode
Dialektis (Hagel dan Marx), Metode Neo-
positivitis, Metode Analitika Bahasa (Wittgenstein).
B.
Rumusan Masalah
1.
Metode-metode
apa sajakah yang terdapat dalam ilmu filsafat?
2.
Bagaimanakah terapanatau kegunaan ilmu filsafat ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui metode-metode yang digunakan
dalam ilmu filsafat.
2. Untuk mengetahui kegunaan dari ilmu
filsafat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Metode Ilmu
Filsafat
Kata metode berasal dari kata Yunani yaitu methodos. Meta
yang berarti menuju, melalui, pengikuti atau sesudah sedangkan hodos
yaitu jalan, perjalanan, cara atau arah.
Jadi methodosberarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian
ilmiah. Dan metode ini ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan
definisi dari pada para ahli dan filsuf sendiri. Kerena metode ini adalah sutau
alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu
sendiri.
Runeds dalam Dictionary of Philosophy sebagaimana dikutip oleh
Anton Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat filsafat telah dikembangkan
sejumlah metode-metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Dan adapun
metode-metodenya adalah antara lain sebagai berikut:
1.
Metode Kritis
dari Plato dan Socrates
Metode ini bersifat praktis daan dijalankan dalam
percakapan-percakapan. Socrales tidaak menyelidiku fakta-fakta, melainkan ia
menganalisis berbagai pendapat atau aturan-aturan yang dikemukakan orang.
Setiap orang mempunyai pendapat tertentu misalnya seorang negarawan mempunyai
pendapat tertentu sesuai kehliannya
2.
Metode Intuitif
dari Plotinus dan Bergson
Metode
ini digunakan oleh Plotinus (205-270 M) dan Henri Bergson (1859-1941 M).Guna
menyelami hakikat segala kenyataan diperlukan intuisi yaitu suatu tenaga
rohani, suatu kecakapan yang dapat melepaskan diri dari akal, kecakapan untuk
menyimpulkan dan meninjau dengan sadar.
Intuitif berasal dari bahasa inggris
(intuitif atau intuition) dan bahasa latin (intueri-intuitus) maksudnya adalah
in (pada) dan tueri (melihat atau manonton) secara terminologis intuisi yaitu
pemahaman, pengenalan, pengelihatan, atau penangkapan (aprehensi) terhadap
suatu kebenaran secara langsung tanpa melalui inferensi (penyimpulan).
Intuisi adalah naluri yang telah
mendapatkan kesadaran diri, yang telah diciptakan untuk memikirkan sasaran
serta memperluas sasaran itu menurut kehendak sendiri tanpa batas.Intuisi
merupakan suatu bentuk pemikiran yang berbeda dengan pemikiran akal karena
intuisi bersifat dinamis.
Metode ini sangat berbeda secara diametrik
dengan metode empiris dan rasionalistik yang peruses penggunaannya melalui
pengamatan dan pengalaman secara langsung. Intuisi juga berarti daya
(kemampuan) untuk memiliki pengetahuan segera dan langsung mengenai sesuatu
tanpa mempergunakan rasiobahkan, intuisi juga dapat didefinisikan sebagai
pengetahuan atau insight (pemahaman) bawaan atau naluri tanpa mempergunakn pnc
indra, pengalaman biasa, atau akal budi. Metode ini, antara lain dignakan oleh
Plotinus dan Henri Bergson. Sebagai sebuah metode yang perosesnya menggunakan
aktivitas kontemplasi dengan melakukan perenungan secara intens dan mendalam,
pada dasarnya metode intuisi bukan metode anti rasional bahkan bersifat
spiritual.[1]
3.
Metode
Skolastik dari Aristoteles dan Thomas Aquinas
Metode Skolastik sering disebut sintetis
deduktif.Filsafat Thomas Aquinas dihubungkan erat sekali dengan teologi.Sekali
pundemikian pada dasarnya filsafatnya dapat dipandang sebagai suatu filsafat
kodrati yang murni.
4.
Metode
Geometris dari Rene Descartes dan Pengikutnya
Rene Descartes menjadi tokoh pencetus
metode geometris, Rene Descartes berpendapat ada ketersusunan alami dalam
kenyataan yang ada hubungannya dengan pengertian manusia. Di samping itu ia
berusaha menemukan yang benar. Adapun yang harus dipandang sebagai yang benar
adalah apa yang jelas dan terang (Clear and distictly).
Rene Descrtes mendapatkan metode ini
menyaksikan segala-galanya atau menerapkan metode keragu-raguan, artinya
kesangsian atau keragu-raguan ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang
dimiliki termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggapnya sudah
final atau pasti. Misalnya, bahwa ada suatu dunia material bahwa saya mempunyai
tuubuh kalau terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kesangsian yang radikal,
maka itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan hars dijadikan dasar bagi
seluruh ilmu pengetahuan.
Cogito ergo sum : saya yang sedang
menyaksikan ada. Cogiti ergo sum yang berasal dari bahasa Yunani :”saya
berpikir jadi saya ada”. Akan tetapi yang dimaksud Rene Descartes di siniadalah
menyadari.[2]
5.
Metode Empiris
dari Hobbes, Locke, Berkeley dan David Hume
Metode emperis didukung oleh Hobbes, Locke,
Berkeley, dan Hume.Kedua metode tersebut memiliki tempat tersendiri dalam upaya
pencarian nilai-nilai kefilsafatan secara radikal dan hakiki.
Metode ini berpendapat bahwa pengalaman lah
yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah.akal
bukan sumber pengetahuan tapi akal mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman.
Thomas Hobbes telah menyusun suatu sistem
yang lengkap, sekalipun ia berpangkal
pada dasar-dasar emperis, namun ia juga menerima metode metode yang dipakai
dalam ilmu alam yang bersifat matematis.Ia telah mempersatukan emperis dengan
rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada
zaman modern. Baginya Filsafat adalah ilmu yang bersifat umum, sebab filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang efek atau akibatatau tentang penampakan-penampakan
yang sedemikian sehingga kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan
yang semula kita miliki dari penyebab atau asal usul yang sedemkian seperti
yang dapat dimiliki dari mengetahui terlebih dahulu akibat-akibatnya.
Menurut Hobbes tidak semua yang diamati
pada benda-benda itu bersifat nyata.Yang benar-benar nyata adalah gerak dari
bagian-bagian kecil dari benda-benda itu.Segala gejala pada benda yang
menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya yang ada pada si pengamat saja.
6.
Metode Transedental
dari Immanuel Kant dan Neo-Skolastik
Rasionalisme dan emperisme sangat bertolak
belakang.Rasionalisme berpendirian bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau
pengetahan, sedangkan eperisme berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman menjadi
sumber tersebut Aliran rasioalisme dan empirisme akhirnya diatasi oleh filsafat
Immanuel Kant. Filsafatnya terutama ditekankan ke pada aktivitas pengertian dan
penilaian manusia, jadi , dalam hal ini tidak menurut aspek atau segi kejiwaan
sebagaimana dlam emperisme, akan tetaoi sebagai anlisis kritis.
Menurut Kant, pemikiran telah mencapai
arahnya yang pasti di dalam ilmu pengetahuan
alam, seperti yang telah disusun oleh Newton. Ilmu pengetahuan alam itu telah
mengajar kita, bahwa perlu sekali terlebih dahulu secara kritis menilai
pengenalan atau tindakan mengenal itu sendiri.
7.
Metode
Fenomenologis dari Husserl dan Eksistensialisme
Kata fenomenologi berasal dari bahasa
Yunani fenomenon yang berarti suatu yang tampak atau gejala.Fenomenologi adalah
suatu aliran yang membicarkan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri,
atau suatu aliran yang membicarakan tentang gejala.
Pada prinsipnya metode fenomenologi yang
dibangun oleh Husserl ingin mencapai “hakikat segala sesuatu”, maksudnya agar
mencapai “pengertian yang sebenarnya”atau “hal yang sebenarnya” yang menerobos
semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat segla sesuatu adalah
reduksi atau penyaringan.
Husserl mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini:
a.
Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman
kita, dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud yang
semurni-murninya.
b.
Reduksi eidetis, penyaringan atau penempatan dalam
tanda kurung segala hal yang bukan eidos atau inti sari atau hakikat gejala
atau fenomenon. Jadi hasilreduksi kedua ialah “pemilikan hakikat”. Di sini
melihat hakikat sesuatu. Inilah pengertian yang sejati.
c.
Reduksi
transcendental, yang harus ditempatkan di antara tanda kurung dahulu ialah
eksistensi dan segala sesuatu yang tiada hubungan timbal balik dengan kesadaran
murni, supaya dari objek itu akhirnya orang sampai kepada apa yang ada pada
subjek sendiri.
8.
Metode
Dialektis dari Hagel dan Marx
Jalan untuk memahami kenyataan bagi Hegel
adalahsesuatu mengikuti gerakan pikiran
atau konsep. Asal saja mulai berpikir secara benar, ia akan dibawa oleh
dinamika pikiran itu sendiri, dan akan dapat memahami seluruh perkembangan
sejarah pula. Struktur di dalam pikiran adalah sama degan genetis dalam
kenyataan, maka metode dan teori atau sistem
tidak dapat dipisahkan. Karena mengikuti
dinamika dalam pikiran dan kenyataan itu, maka metode Hegel dinamakan metode
dialektis.
9.
Metode Neo-
positivitis
Kenyatan dipahami menurut hakikatnya dengan
jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif
(eksakta).
10.
Metode
Analitika Bahasa dari Wittgenstein
Metode ini dapat dinilai cukup netral sebab
sama sekali tidak mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya dalam
metode ini ialah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa didasarkan kepada
penelitian bahasa yang logis.[3]
Dari sepuluh metode tersebut hanya beberapa
metode yang khas bagi filsafat yang dianggap paling penting dan berpengaruh
sepanjang sejarah filsafat. Metode yang khas itu lah yang dibahas oleh Anton
Bakker dalam bukunya Metode-Metode Filsafat yakni metode kritis, metode
intuitif, metode skolastik, metode geometris, metode eksperimentil, metode
kritis-transendental, metode dialektis, metode fenomenologis, dan metode
analitika bahasa. Sedangkan metode neo-positivitis tidak diuraikannya karena
sebenarnya bukanlah metode yang khas filsafat, tetapi hanya metode-metode ilmu
eksakta sendiri, dan metode linguistik.
B.
Asal dan
Peranan Filsafat
1.
Asal Filsafat
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk ‘berfilsafat’ yaitu
sebagai berikut :
a.
Keheranan
Banyak filsafat menunjukkan rasa heran (dalan bahasa yunani
thaumasia) sebagai sal filsafat. Plato misalnya mengatakan bahwa mata kita
memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi
dorongan untuk menyelidiki. Dari penyelidikan ini berasal filsafat.
b.
Kesansian
Filsuf-filsuf lain,misalnya Augustinus (254-430 M) dan Rene
Descartes (1596-1650 M) menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran.
Manusia heran,tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak ditipu oleh panca
inderanya kalu ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat?
Dimana dapat ditemukan kepastian? Karena dunia ia penuh dengan berbagai pendapat,
keyakinan dan interpretasi.
c.
Kesadaran akan
keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya itu
sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya.
Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu
mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan
dirinya ini manusia mulai berfilsafat. Ia mulai memikirkan bahwa diluar manusia
yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
2.
Peranan Filsafat
Menyimak seba-sebab kelahiran filsafat dan proses perkembangannya,
sesungguhnya filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan utama dalam
sejarah pemikiran manusia. Ketiga peranan yang telah diperankannya sebagai
pendobrak, pepbebas dan pembimbing.
a.
Pendobrak
Beradab-adab lamanya intlektualitas manusia tertawan dalam penjara
tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu,manusia terlena dalam alam, mistik
yang penuh sesak dengan hal-hal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai
motos dan mite. Manusia menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan
takhayul itu merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek
moyang,sedangkan tradisi itu benar dan tidak dapat diganggu gugat maka dogeng
dan takhayul itu pasti benar dan tidak boleh di ganggu gugat.
Oleh sebab itu, orang-orang yang dikatakan memiliki suatu rasiaonal
yang luar biasa juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk dimeja
perjamuan di olympus sambil mengucapkan kayangan dengan sorakan dan gelak tawa
tidak henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu
sama lain, licik, sering memberontak dan kadang kala seperti anak-anak nakal.
Keadaan tersebut berlansung cukup lama, kehadiran filsafat telah
memdobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama
itu tidak boleh diganggu gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang
cukup panjan,kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar
berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.
b.
Pembebas
Filsafat bukan sekedar mendobrak pintu penjaga tradisi dan
kebiasaan yang penuh berbagai motos dan mite,melainkan juga merenggut manusia
keluar dari dalam penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan
dan kebodohannya. Demikian pula,filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara
berfikir mitis dan mistis.
Sesungguhnya filsafat telah,sedang,dan akan terus berupaya
membebaskan manusia dari kurangnya pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi
picik dan dangkal. Filsafatpun membebaskan manusia dari cara berfikir tidak
kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran semu yang menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia
dari segala jenis “penjara” yang mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
c.
Pembimbing
Bagaimana filsafat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara”
yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia itu. Sesungguhnya
filsafat hanya sanggup melaksanakan perannya sebagai pembimbing.
Filsafat membebaskan manusia dari cara berfikir yang mistis dan
mitis dengan membimbing manusia untuk berfikir secara rasional. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berfikir yang picik dan dangkal dengan membimbing
manusia untuk berfikir secara luas dan mendalam yakni berfikit sacara universal
sambil berupa mencapai radix (mendalam) dan menemukan esensi suatu
permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berfikir yang tidak
teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berfikir sacara
sistimatis dan logis. Filsafat membebaska manusia dari cara berfikir yang tidak
utuh dan begitu pula fragmentasi dengan membimbing manusia untuk berfikir
secara integral dan kohelen.
3.
Kegunaan
Filsafat
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin
menjadi orang mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia yang
tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus. Jadi filsafat membantu
untuk mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang
lingkupnya. Kemampuan itu dipelajari melalui dua jalur yaitu secara sistematis
dan historis.
Pertama secara sistematis artinya filsafat menawarkan metode-metode
mutakhir untuk menangani permasalahn mendalam manusia, tentang hakikat
kebenaran dan pengetahuan, baik pengetahuan biasa maupun ilmiah tentang
tanggung jawab, keadilan dan sebagainya.
Jalur kedua adalah sejarah filsafat, melalui sejarah filasafat kita
belajar untuk mendalami, menanggapi serta mempelajari jawaban yang ditawarkan
oleh para pemikir dan filsuf terkemuka.
Adapun beberapa kegunaan mempelajari filsafat antara lain yaitu :
a.
Dengan belajar
filsafat diharapkan akan menambahkan ilmu pengetahuan karena dapat bertambahnya
ilmu pengetahuan akan bertambah pula cakrawala pemikiran,cakrawala pandang yang
semakin luas.
b.
Dasar semua
tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat didalamnya memuat ide-ide yang
fundamental.
c.
Dengan adanya
perkembangan ilmu ilmu pengetahuan dan teknologi kita semakin ditantang dengan
memberikan alternatifnya.
Menurut Franz Magnis Suseno (1991)
kurang-kurangnya ada tiga kemampuan yang sangat dibutuhkan orang pada zaman
sekarang yang harus atau memberikan pengarahan, bimbingan dan kepemimpinan
spritual dan intelektual dalam masyaraka yaitu:
a.
Suatu
pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia, dengan mempelajari
pendekatan pokok terhadap pertanyaan manusia yang paling hakiki, serta
mendalami jawaban-jawaban yang diberikan oleh para pemikir besar umat manusia,
wawasan dan pengertian kita sendiri diperluas.
b.
Kemampuan untuk
menganalisis cara terbuka dan mengkritisi argumentasi, pendapat, tuntutan dan
legitimasi dari berbagai agama, idiologi dan pandangan dunia.
c.
Pendasaran
metodis dan wawasan yang lebih mendalam dan kritis dalam menjalani study pada
ilmu khusus termasuk teologi.
Kegunaan pilsafat dapat dibagi dua
yakni kegunaan secara umum dan secara
khusus. Kegunaan secara umum dimaksud manfaat yang dapat diambil oleh orang
yang belajar pilsafat denngan mendalam sehingga mampu memecahkan masalah-masalah
secara kritis tentang segala sesuatu.kegunaan secara khusus dimaksudkan manfaat
khusus yang dapat diambil untuk memecahkan khususnya suatu objek di indonesia.
Jadi diartikan terikat oleh ruang dan waktu,sedangkan umum dimaksudkan tidak terikat
oleh ruang dan waktu.
Menurut sebagian para fisuf kegunaan
secara umum dari filsafat adalah :
a.
Plato merasakan
bahwa berfikir dan memikirkan adalah hal yang nikmat luar biasa sehingga
filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga.
b.
Rene Descartes
yang termashursebagai pelopor filsafat modern pelopor pembaruan dalam abad ke
17terkenal dengan ucapannya cogito ergo sum (karena berfikir saya ada).
Tokoh ini mempertanyakan segala-galanya,tetapi dalam keadaan serba
mempertanyakan itu ada satu hal yang pasti,bahwa aku bersangsi dan bersangsi
berarti berfikir. Filsafat berarti berpangkal kepada suatu kebenaran yang
fundamental atau pengalaman yang asasi.
c.
Alfred Nort
Whithead seorang filsuf modern merumuskan filsafat sebagai berikut yaitu
filsafat adalah kesadaran dan pandangan jauh kedepan dan suatu kesadaran akan
hidup dan kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh usaha
peradaban.
d.
Maurice Marleau
Ponty seorang filsuf modern eksistensialisme mengatakan bahwa jasa dari
filsafat adalah terletak pada sumber penyelidikannya,sumber itu adalah
eksistensi dan dengan sumber itu kita bisa berfikir tentang manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata metode berasal dari kata Yunani yaitu methodos. Meta
yang berarti menuju, melalui, pengikuti atau sesudah sedangkan hodos
yaitu jalan, perjalanan, cara atau arah.
Jadi methodos berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah,
uraian ilmiah. Dan metode ini ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Dalam hal ini terdapat sepuluh metode dan hanya beberapa metode yang khas bagi
filsafat yang dianggap paling penting dan berpengaruh sepanjang sejarah
filsafat. Metode yang khas itu lah yang dibahas oleh Anton Bakker dalam bukunya
Metode-Metode Filsafat yakni metode kritis, metode intuitif, metode skolastik,
metode geometris, metode eksperimentil, metode kritis-transendental, metode
dialektis, metode fenomenologis, dan metode analitika bahasa. Sedangkan metode
neo-positivitis tidak diuraikannya karena sebenarnya bukanlah metode yang khas
filsafat, tetapi hanya metode-metode ilmu eksakta sendiri, dan metode
linguistik.
Adapun kegunaan ilmu filsafat yaitu dengan belajar filsafat
diharapkan akan menambahkan ilmu pengetahuan karena dapat bertambahnya ilmu pengetahuan
akan bertambah pula cakrawala pemikiran,cakrawala pandang yang semakin luas, dasar
semua tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat didalamnya memuat ide-ide yang
fundamental dan dengan adanya perkembangan ilmu ilmu pengetahuan dan teknologi
kita semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya.
B.
Kritik dan Saran
Jika
ingin menyusun makalah seperti ini diharapkan untuk mengkonsul secara kontinuo
kepada dosen pengampuh atau ahli lain, agar hasil makalah yang dibuat dapat
bermanfaat lagi terpercaya isinya.
0 komentar:
Posting Komentar